Ayah, apa kabarmu?
Maafkan anakmu ini yang terlalu sering disibukkan dengan
urusan duniawi, sehingga menanyakan kabarmu pun aku sering lupa. Baikkah engkau
di sana, Ayah? Terakhir kali bertemu saat berpisah, engkau selalu mengulurkan
tanganmu. Ah, beruntungnya aku masih bisa merasakan menjabat tanganmu dengan
hormat, dan kau cium pipiku dengan rasa sayang. Dari situ aku merasa, rasa
sayangmu dari aku kecil sampai sekarang tidak berubah, kau selalu
memperlakukanku sama, seperti aku masih tetap kecil dan muda, padahal aku
sesungguhnya sudah bertambah usia. Terimakasih untuk selalu memperlakukanku
dengan sangat sabar, dari mengajariku naik sepeda, mengajari mencuci piring,
sampai menyuapiku walaupun aku dari dulu sangat susah untuk makan.
Ayah, masihkah kau perhatikan pola makanmu? Masihkah kau
laksanakan anjuran dokter? Ayah, aku selalu berharap semoga panjang umur selalu
menyertaimu hingga kau nanti bisa merasakan kebahagiaan dari jerih payahmu
selama ini. Ya, jerih payah yang kau berikan hanya untuk anak-anakmu ini.
Maafkan anakmu yang belum berguna ini, yang belum bisa menggunakan hasil kerja
kerasmu dengan sebaik-baiknya.
Ayah, masihkan engkau memperlakukan ibu dengan spesial?
Sebagai bidadari yang dikirimkan Allah untukmu dan untuk kami. Masihkan ia
secantik dulu? Yang senyumnya selalu menghiasi langkah kami menjadi setegar
ini.
Masihkah terasa kelembutannya? Yang dengan didikannya kami
bisa mengenal dan berdiri di tengah orang-orang hebat. Masihkah suaranya sering
mengalun membaca ayat-Nya? Yang tanpa do’a-do’anya kami tak akan selamat merantau
sejauh ini. Ayah, terimakasih engkau telah memilihkan manusia sesempurna ibuku
untuk menjaga kami.
Ayah, anakmu sekarang sudah dewasa. Tahukah engkau umurku
sekarang? 24 tahun bukanlah waktu yang singkat. Dari situlah engkau terbukti
menjadi ayah yang hebat. Namun maafkan anakmu, Ayah. Anakmu belum bisa
memberikan yang terbaik untukmu. Nasihatmu sering tak kudengarkan. Laranganmu
sering aku acuhkan. Bahkan dosa pun sering kulakukan, padahal aku tahu engkau
yang menanggung dosaku sebelum aku menikah. Maafkan aku, Ayah.
Bicara soal menikah, pasti engkau telah menunggu saat-saat
itu. Saat di mana anakmu ini dipinang oleh seorang pemuda seperti keinginanmu.
Ya, keinginanmu. Layaknya orang tua yang lain, pasti engkau menunggu sosok yang
istimewa, bukan?
Tapi maaf ayah jika sebelumnya aku telah menolak
pemuda-pemuda pilihanmu. Tapi bukankah engkau mengerti bahwa semua tidak akan
semudah itu jika sudah menyangkut hati? Semoga dengan itu engkau tidak
menganggapku sebagai anak yang tidak berbakti.
Ayah, semoga ada saat tersendiri nanti seseorang pilihanku
akan datang kepadamu. Tolong hargailah keberaniannya, keseriusannya,
kebaikannya, keikhlasannya. Jangan sekali-kali kau ciutkan keinginannya untuk
memilikiku. Juga jangan berharap terlalu tinggi tentang kriteria calon
menantumu, karena ingatlah anakmu ini bukan seseorang yang sempurna, melainkan hanya
makhluk biasa yang punya banyak kekurangan. Tapi percayalah, seseorang yang
kubawa ini adalah yang terbaik. Yang dipilihkan-Nya hanya untukku. Anggaplah ia
sebagai pelengkap dari kekuranganku itu.
Bukankah kau pun pernah merasakannya ketika dulu bertemu ibu?
Bagaimana kabar adik-adik? Semoga mereka selalu menjadi
anak-anak yang cerdas sepertimu. Semoga mereka selalu menjadi penghibur dalam
waktumu, karena anakmu ini berada jauh di perantauan dan tak bisa selalu
menemani dalam setiap detiknya.
Ayah, di manapun kau berada, semoga Allah tak henti-hentinya
memberikan perlindungan. Semoga setiap kebaikan yang kulakukan, Allah juga mencatat
sebagai kebaikanmu. Ilmu yang kupelajari dapat menjadi lahan pahala atas semua
harta yang kau keluarkan untuk pendidikanku. Semoga nantinya aku menjadi lebih
mandiri, lebih banyak meluangkan waktu untukmu dan untuk ibu, menjadi kakak
yang melindungi, menjadisebaik-baik istri untuk suamiku kelak, dan menjadi ibu
paling dicintai anak-anaknya.
Ayah, tak henti-hentinya ku berdoa semoga engkau berumur
panjang, agar kesuksesan yang kuraih nanti akan nampak di pelupuk matamu.
Yogyakarta, Agustus 2015
Anakmu,
Yassinta Noor Nafi’ah